Sabtu, 22 Juni 2013

Bestfriend? (Part 4)

“Han, gimana mama lo kemarin setelah gue kabur waktu itu?” tanya Bisma pada Hanna yang ada di sebelahnya. Mereka berdua sedang berjalan di koridor sekolah menuju kelas mereka.
“kemarin? Maksud lo?” balas Hanna dengan bingung.
“itu loh kejadian tempo hari. Yang waktu lo ngelempar gue pake batu” jelas Bisma membuat kening Hanna berkerut. “otak lo emang punya memori ingatan jangka pendek ya. Baru beberapa hari aja udah langsung lupa” lanjut Bisma meledek.
“Sialan!” Hanna meninju lengan Bisma dengan kesal. “Emangnya salah gue gak bisa inget yang lo maksud? Mungkin hal itu gak terlalu penting buat gue”
“gak terlalu penting? Gue gak yakin” ucap Bisma tersenyum meledek.
“emang kejadian yang mana sih? Jangan buat gue penasaran!” sergah Hanna.
Bisma berhenti berjalan diikuti oleh Hanna dengan bingung. Bisma memasang wajah sangat serius lalu berkata pelan. “yang waktu gue ngunci pintu kamar lo, terus gue nyium lo sampe buat lo ketagihan. Terus mama lo ngeliat semuanya...”
Hanna terdiam beberapa detik untuk mencerna kata-kata Bisma. Tiba-tiba saja ia mengingat apa yang di maksud Bisma. “woy! Gue gak ketagihan! Lagian lo gak nyium gue! sialan lo!” saut Hanna berteriak marah meninju Bisma berkali-kali.
Bisma tertawa keras. Ia berusaha memegang tangan Hanna yang terus memukulnya. “lo mau gue cium beneran?” bisik Bisma tepat di depan wajah Hanna dengan jarak yang sangat dekat.
Hanna melotot marah. “sinting lo!” teriak Hanna menjauhkan wajah Bisma dengan kasar. Dengan kesal Hanna berjalan meninggalkan Bisma.
Bisma memegang perutnya berusaha menahan tawanya yang kembali meledak. Ia sampai terduduk berusaha menahan tawanya itu.
Hanna menghentakkan kakinya dengan kasar. Ia tidak terima dipermainkan seperti itu oleh Bisma. Tiba-tiba saja matanya menangkap sosok Dicky yang sedang memerhatikannya. Namun begitu Hanna melihatnya, cowok itu langsung memalingkan wajahnya. Dengan senyum tipis Hanna menghampiri cowok itu.
“halo, ky” sapa Hanna saat sudah dekat.
Dicky terkejut melihat Hanna yang menyapanya. “halo, Han” balas Dicky tersenyum tipis.
“ngapain lo berdiri disini sendirian? Gak lagi nungguin gue kan?” ucap Hanna tertawa kecil.
“ah, gak. Gue lagi nunggu bu Rita. Tapi gak lewat-lewat. Mungkin udah ada di kantor guru. Gue duluan ya” jawab Dicky tersenyum lalu berjalan pergi meninggalkan Hanna.
Hanna memandang Dicky dari belakang. “kok kesannya Dicky jaga jarak sama gue, ya?” gumamnya pelan. “udah ahh, harus positive thinking!”
“heh! Ngapain lo masih bengong di sini? Udah yuk masuk kelas” saut Bisma merangkul Hanna.
“sok asik lo” saut Hanna berusaha melepas rangkulan Bisma.
“udah gak usah pake ngambek-ngambek lagi. capek berantem terus. Baikan aja deh~” ucap Bisma menarik hidung Hanna dengan gemas.
Hanna mendengus kesal lalu mengusap-usap hidungnya yang mulai memerah. “udah tau capek berantem, tapi malah cari gara-gara” saut Hanna mencubit lengan Bisma dengan kesal.
“lo yang gak bisa diajak bercanda” saut Bisma balas mengacak-acak rambut Hanna.
“eh, gue gak suka diacak-acak rambutnya. Sok romantis lo” saut Hanna ikut mengacak-acak rambut Bisma.
“Lo malah ngikut acak-acak rambut gue. Bilang aja suka gue gituin” ledek Bisma sambil tertawa.
“tuh kan mulai” saut Hanna cemberut.
“iya deh Hanna Putri. Bisma minta maaf yaa” ucap Bisma tersenyum lebar mencubit kedua pipi Hanna.
“yaudah yuk ke kelas! Belnya udah menjerit dari tadi tapi gak kita perdulikan terus” ucap Hanna tersenyum geli menarik lengan Bisma menuju kelas mereka.
Dicky memandang semua kejadian itu dari kejauhan. Ia tersenyum pahit. “apa peluang gue buat bisa ada di samping lo udah gak ada? Apa bisa gue nyerah sama keadaan? Gue rasa gue gak mungkin bisa nyerah secepat itu” bisik Dicky pada dirinya sendiri.
***
Hanna menatap Bisma dengan malas. Bisma dengan santai mengambil botol minum Hanna dan meneguknya sedikit demi sedikit. Hanna memandang Bisma dengan penuh tanda.
Bisma tidak memperdulikan tatapan Hanna. Ia masih asik meminum minuman milik Hanna. Karena sudah tidak tahan lagi, Hanna berdecak kesal. “bisa gak sih kalo minta minum itu izin dulu ke yang punya?”
Bisma menaikkan sebelah alisnya dengan santai lalu kembali meminum minuman Hanna. Melihat hal itu, Hanna berusaha merebut minumnya dari tangan Bisma. Namun dengan senyum licik, Bisma bisa mengalihkan minuman itu sehingga Hanna kesulitan untuk merebutnya.
Dengan kesal Hanna menghampiri tas Bisma dan membongkarnya. Terlihat uang yang lumayan banyak, dan uang tersebut langsung diambil Hanna dengan senyum kemenangan. “yey! Gue dapet duit dong~” ucapnya dengan nada senang.
Bisma melotot melihat semua uangnya sudah ada ditangan Hanna. Dengan sigap ia mengambil tas Hanna dan mengambil dompetnya. “gue juga dapet duit banyak~” ucap Bisma tersenyum meledek sambil melihat isi dompet milik Hanna.
Dengan santai Hanna tersenyum. “tapi duit gue gak sebanyak duit lo yang lagi gue pegang ini~”
“tapi di dompet lo ini ada foto lo waktu kecil kan? Yang lagi...” Bisma sengaja menunda ucapannya sehingga membuat anak-anak satu kelas heboh ingin tahu apa kelanjutan dari kata-kata Bisma.
Hanna melotot tajam ke arah Bisma. “jangan coba-coba ya” desis Hanna.
Bisma terlihat ingin mengambil sesuatu dari dompet Hanna. “gue tunjukin ke anak-anak, atau lo balikin dompet gue” ucap Bisma dengan senyum liciknya yang... AWESOME!
Hanna terdiam sebentar. Ia menimbang-nimbang pilihan dari Bisma. “oke, gue kasih nih dompet lo lagi” ucap Hanna tersenyum tipis memberikan dompet Bisma. Dan Bisma juga mengembalikan dompet milik Hanna.
Saat Bisma memeriksa isi dompetnya, Hanna tertawa keras. Semua uang milik Bisma sudah ada di kantong Hanna. Bisma tersenyum sinis lalu mendekati Hanna dengan pelan tanpa disadari Hanna yang masih tertawa.
Hanna tiba-tiba berteriak keras lalu tertawa geli karena Bisma menggelitiki perutnya. Hanna berusaha membalas, namun tidak pernah ada kesempatan untuk itu. dengan pasrah Hanna berusaha mengeluarkan uang milik Bisma dan memberikannya pada Bisma.
Setelah mendapatkan uangnya kembali, Bisma memberhentikan aktivitasnya dan langsung tersenyum senang. “thank you, Hanna” ucapnya dengan nada meledek membuat Hanna cemberut.
“liat aja. gue bakal balas” ucap Hanna serius namun masih tersenyum tipis.
“lo balas, gue gelitikin lagi” ledek Bisma kembali.
“sialan lo!” saut Hanna menumpahkan minumnya ke rambut Bisma. Hanna tertawa meledek melihat Bisma sedikit basah kuyup. Anak-anak sekelas juga ikut tertawa geli.
“cieee basah.. gak ada kamar mandi yah pak, makanya mandi di sekolah?” tanya Hanna tertawa meledek.
Bisma tersenyum tipis. Ia langsung memeluk Hanna dengan tujuan untuk membuat Hanna ikutan sedikit basah. Hanna berusaha melepaskan diri sambil berteriak-teriak membuat Bisma terkekeh geli. Dan tiba-tiba saja, ada seseorang yang menyiram Hanna dan Bisma dengan air yang cukup banyak. Akibatnya kelas menjadi basah dan licin. Dan akhirnya Hanna dan Bisma pun sama-sama basah.
Hanna terdiam kaget saat setelah disiram. Dengan jengkel ia menatap Bisma. Bisma hanya mengangkat bahunya tanda ia tidak ada niat untuk membuat Hanna basah kuyup seperti sekarang ini.
“Bisma, Hanna!” teriak bu Lia yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kelas. Bisma dan Hanna melotot kaget dan langsung menunduk dengan takut, karena sudah tau apa yang akan dikatakan bu Lia. “Kenapa kalian basah? Kenapa kelas jadi becek? Pasti ini semua ulah kalian! Lagi-lagi berulah. Bereskan kelas ini sekarang juga hingga bersih!” teriak bu Lia lagi. ia benar-benar murka melihat kelasnya sudah hancur lebur.
Bisma dan Hanna menghela nafas. Lagi-lagi mereka harus mengerjakan hukuman tidak penting. Mendadak saja keduanya saling pandang lalu tersenyum licik. Dan tanpa diperintah, kedua orang itu langsung berlari keluar kelas sambil tertawa-tawa.
Bu Lia dan anak-anak yang lain masih sempat terbengong melihat ulah Bisma dan Hanna. Namun beberapa detik kemudian, anak-anak yang lain tertawa geli. Sementara bu Lia mengelus dada berusaha sabar.
***
“Bisma...” panggil seorang perempuan separuh baya itu ketika melihat Bisma berjalan melewatinya.
Bisma menolehkan kepalanya lalu tersenyum. “mama. Ada apa?”
“duduk sini dulu” ucap mama Bisma sambil menepuk-nepuk sofa di sebelahnya.
Bisma hanya mengangguk lalu duduk di sebelah mamanya itu. Ia menatap mamanya dengan pandangan bertanya-tanya.
Mama Bisma menghela nafas. “pastikan perasaan kamu sama Hanna, Bis. Setelah itu bilang ke dia” ucapnya pelan.
“untuk apa, ma? Dan apa maksud kata-kata mama?” tanya Bisma dengan heran.
Mama Bisma menutup matanya sebentar. Lalu saat ia membuka matanya, ia tersenyum muram. “turuti saja apa kata mama. Kamu gak mau kecewa, kan?”
Dengan pelan Bisma menggeleng. Ia tetap memandang mamanya dengan tatapan meminta penjelasan. Ia tidak ingin pergi sebelum mendapat keterangan dari mamanya ini. Itu karena permintaan mamanya terdengar sangat aneh.
“baiklah. Mama jelasin semuanya ke kamu” ucap mama Bisma akhirnya menyerah.
***
“Every one can see. There's a change in me. They all say I'm not the same. Kid I used to be~” Hanna bersenandung kecil di balkonnya.
“Don't go out and play. I just dream all day. They don't know what's wrong with me. And I'm too shy to say~” Hanna tersenyum kecil. Ia menyadari lagu itu sama persis dengan yang ia rasakan sekarang ini.
“It's my first love. What I'm dreamin' of. When I go to bed. When I lay my head upon my pillow. Don't know what to do~” Hanna menaikkan sedikit nada bernyanyinya sambil menutup matanya, menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya dengan lembut.
“My first love. Thinks that I'm too young. He doesn't even know. Wish that I could show him. What I'm feelin'. 'cause I'm feelin' my first love~” nyanyi Hanna masuk ke dalam kamarnya.
“Mirror on the wall. Does he care at all. Will he ever notice me. Could he ever fall~”
Ia memandang boneka stitch kesukaannya. Kemudian ia kembali melanjutkan nyanyiannya. “Tell me teddy bear. Why love is so unfair. Will I ever find a way. An answer to my prayer~”
“For my first love. What I'm dreamin' of. When I go to bed. When I lay my head upon my pillow. Don't know what to do~” Hanna kembali keluar ke balkonnya.
“My first love. Thinks that I'm too young. He doesn't even know. Wish that I could show him. What I'm feelin'. 'Cause I'm feelin' my first love~ My first love~” nyanyi Hanna dengan kuat mengeluarkan semua emosinya. Ia benar-benar ingin mengungkapkan perasaannya ini pada orang yang ia sukai.
Terdengar suara tepuk tangan dari seberang rumahnya. Hanna menoleh dan melihat Bisma ada di balkon kamarnya dirumahnya sendiri. balkon mereka memang bersebelahan, menghadap ke pekarangan depan rumah masing-masing.
“sejak kapan lo di sana?” tanya Hanna tidak enak.
“sejak lo awal nyanyi” jawab Bisma santai tanpa balas memandang Hanna. “suara lo lumayan juga” lanjutnya.
Hanna menatap ke depan. “thanks” ucapnya singkat.
“kayaknya lo mendalami banget nyanyinya. Lagi ngerasain persis kaya lirik lagunya ya?” tanya Bisma. Kali ini ia menatap Hanna dengan wajah serius.
Hanna menoleh. Ketika ia melihat wajah Bisma yang sedang melihatnya, ia membuang wajahnya kembali menatap ke depan. “lumayan sih”
Bisma menghela nafas berat lalu menatap pekarangan rumahnya. “lo lagi naksir sama siapa? Cowok di kelas kita? Atau kelas lain?”
Hanna sedikit menoleh ke Bisma. “pokoknya ada. Lo gak perlu tau siapa cowok itu”
Bisma masuk ke dalam kamarnya tanpa berkata apa-apa lagi. Hanna menatap kepergian Bisma dengan bingung. “emang gue salah ngomong ya?”
Hanna masuk ke dalam kamarnya lalu turun ke bawah, menghampiri mamanya yang sedang membaca majalah di ruang tengah. “tumben gak ke kantor. Libur?” tanya Hanna heran.
Mama Hanna menatap Hanna dengan heran. Majalah yang ia baca sudah ia letakkan di atas meja dengan keadaan tertutup. “kamu sendiri juga tumben jam segini masih di rumah. Libur?”
Hanna terdiam. Lalu mendadak saja ia menepuk keningnya sendiri kemudian tersenyum lebar pada mamanya. “oh iya. Ini kan hari minggu”
Mama Hanna hanya menggeleng sambil tersenyum tipis. “bisa-bisanya lupa sama hari. Pasti lagi jatuh cinta”
“apaan sih ma. Gak nyambung” elak Hanna cemberut.
Tiba-tiba saja terdengar suara ketukan dari pintu depan rumah Hanna. “permisi...” terdengar suara teriakan dari seorang cowok setelah suara ketukan pintu.
Hanna memadang mamanya dengan heran.  Mamanya membalas tatapan itu dengan tatapan menggoda. “mama restuin kok kalo kamu sama dia” ucap mamanya jahil.
“mama ngaco ih!” sungut Hanna sambil berjalan ke depan. Ia membuka pintunya, lalu terlihat wajah Bisma di hadapannya.
“Han, jalan yuk! Gak pake nolak” ucap Bisma menarik tangan Hanna menuju mobilnya.
“eh, tapi ada mama gue di dalam. Masa gak izin dulu” ucap Hanna menolak. Ia sedikit heran dengan sikap Bisma yang terlihat gusar.
“gak papa. Mama lo tadi dengar suara gue pas ngetuk pintu, kan? Dia pasti tau kalo anaknya ngilang karena gue ajak pergi” balas Bisma mendorong Hanna agar masuk ke dalam mobilnya.
“lo kenapa sih? Kok maksa banget?” saut Hanna menatap Bisma yang sudah mengemudikan mobil keluar dari pekarangan rumah Hanna.
“ada sesuatu yang mau gue bicarain” jawab Bisma.
“kenapa harus pergi? Kan bisa di rumah gue, di rumah lo, atau di atas pohon tempat kita biasa nongkrong” saut Hanna tidak terima dengan alasan Bisma.
Bisma hanya diam tidak menanggapi ucapan Hanna. Ia malah menambah kecepatan mobilnya membuat Hanna mencengkeram bajunya sendiri ketakutan. Hanna memilih untuk diam. Sepertinya Bisma sedang tidak suka ditanyai macam-macam.
***
Hanna memandang pemandangan di hadapannya dengan gusar. Bisma membawanya ke atap gedung sekolah. Untung saja cuaca sedang tidak panas terik. Kalau tidak, sudah pasti Hanna akan memarahi Bisma habis-habisan.
“ngapain lo ngajak gue ke sini? Lo aja dari tadi diam terus sampe sekarang” ucap Hanna kesal sambil menatap Bisma yang duduk di sebelahnya dengan mata tertutup.
Bisma menghela nafas. Seperti ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Dari tadi ia diam memikirkan apa yang akan dikatakannya pada Hanna. Akhirnya ia sudah memutuskan untuk berkata yang sejujurnya.
“Han, gue mau pindah ke Aussie” ucap Bisma pelan masih menutup matanya.
Hanna menatap Bisma tak percaya. Ia ingin mengucapkan sesuatu, namun mulutnya tidak bisa mengeluarkan suara. Matanya sedikit panas.
“2 hari lagi gue berangkat. Gue bakalan pindah sekolah ke sana. Mungkin sampe kuliah. Semua udah diurus sama orangtua gue. Gue juga baru tau soal ini. Mama baru bilang ke gue tadi” Bisma membuka matanya lalu menatap Hanna tepat di matanya.
Hanna masih diam dan hanya menatap Bisma. Ia ingin mendengar semua kata-kata Bisma.
“Lo pasti gak bakalan ngerasa kehilangan gue. Kan udah naksir cowok” ucap Bisma tersenyum tipis.
Hanna menggeleng pelan. Air mulai keluar dari kedua sudut matanya. Ia mulai menangis tanpa suara.
Bisma menatap Hanna dengan heran. Baru kali ini ia melihat Hanna menangis di hadapannya sejak mereka mulai remaja.
“gue gak mau ditinggal..” lirih Hanna masih menangis.
Bisma memeluk Hanna dengan erat. Walaupun mereka sering bertengkar, keduanya memiliki ikatan perasaan yang begitu kuat. Tidak ada yang bisa menjelaskannya, bahkan mereka berdua juga tidak bisa menjelaskannya.
“kalo gue udah sukses, gue balik ke sini kok” ucap Bisma menenangkan Hanna.
“kapan lo suksesnya? Tunggu lo sama gue udah tua?” saut Hanna dalam pelukan Bisma.
“yaelah, doanya jelek banget. Doain gue cepat sukses dong. Biar gue cepat balik ke sini” saut Bisma tak tahan menjitak kepala Hanna.
Hanna menjauhkan diri dari Bisma. “atau gue yang nyusul lo ke Aussie”
Bisma tersenyum tipis. Kemudian ia mengacak-acak rambut Hanna dengan gemas. “jadi hari ini sama besok, kita ngelakuin semuanya berdua. Lupain cowok yang lo taksir itu selama 2 hari ini. Utamain gue dulu”
Hanna menatap Bisma lalu tersenyum mengangguk. “andai lo tau siapa yang gue suka, Bis” gumam Hanna dalam hati.
***
Hanna menatap Bisma yang sedang menutup matanya. Ia dan Bisma sedang duduk-duduk di taman belakang sekolah, di bawah pohon yang cukup rindang untuk cuaca yang terik hari ini.
“If you ever leave me, baby. Leave some morphine at my door. 'Cause it would take a whole lot of medication. To realize what we used to have. We don't have it anymore~” Hanna bernyanyi pelan membuat Bisma membuka matanya dengan terkejut.
“There's no religion that could save me. No matter how long my knees are on the floor, Ooh. So keep in mind all the sacrifices I'm makin'. To keep you by my side. To keep you from walkin' out the door~” lanjut Hanna kali ini memandang Bisma.
“ 'Cause there'll be no sunlight. If I lose you, baby. There'll be no clear skies. If I lose you, baby. Just like the clouds. My eyes will do the same, if you walk away. Everyday it'll rain, rain, ra-a-a-ain~”
Bisma tersenyum pahit, lalu melanjutkan nyanyian Hanna. “I'll never be your mother's favorite. Your daddy can't even look me in the eye. Ooh, if I was in their shoes, I'd be doing the same thing. Sayin' "There goes my little girl. Walkin' with that troublesome guy"~”
Hanna tersenyum tipis mendengar suara Bisma yang begitu khas di telinganya.
“But they're just afraid of something they can't understand. Ooh, but little darlin' watch me change their minds. Yeah for you I'll try, I'll try, I'll try, I'll try. I'll pick up these broken pieces 'til I'm bleeding. If that'll make you mine~” lanjut Bisma menatap Hanna dengan dalam. Matanya menunjukkan sebuah keseriusan.
“ 'Cause there'll be no sunlight. If I lose you, baby. There'll be no clear skies. If I lose you, baby. Just like the clouds. My eyes will do the same, if you walk away. Everyday it'll rain, rain, ra-a-a-ain~” nyanyi Bisma sambil menggenggam tangan Hanna.
“Oh, don't you say (don't you say) goodbye (goodbye). Don't you say (don't you say) goodbye (goodbye). I'll pick up these broken pieces 'til I'm bleeding. If that'll make it right~” nyanyi Hanna diikuti Bisma dengan lirik yang menyelip di lirik utama yang dinyanyikan Hanna.
“ 'Cause there'll be no sunlight. If I lose you, baby. There'll be no clear skies. If I lose you, baby. Just like the clouds. My eyes will do the same, if you walk away. Everyday it'll rain, rain, ra-a-a-ain~” Bisma dan Hanna saling bertatapan, menyanyikan lagu ini dengan penuh penghayatan. Keduanya mengakhiri lagu dengan sempurna.
Setelah selesai bernyanyi, keduanya sama-sama terdiam cukup lama.
“jujur, gue gak mau pergi ke Aussie. Tapi gue gak mungkin bantah perintah orang tua” ucap Bisma pelan sambil memandang langit.
“gue gak masalah kok. Cuma, gue gak nyangka aja kita bakalan pisah” balas Hanna menatap Bisma yang masih memandang langit.
“ayolah, lo jangan mikir kalo seandainya gue gak akan ketemu lo lagi setelah ini” ucap Bisma akhirnya menatap Hanna.
“gak ada yang tau, Bis. Bisa aja waktu gue atau waktu lo uda habis. Atau di masa depan nanti kita gak akan ketemu lagi”
Bisma menghela nafas berat. “berdoa yang terbaik aja”
Hanna mengangguk. “walaupun kita sering berantem gak jelas, sebenernya gue takut kehilangan lo, Bis”
Bisma merangkul Hanna. “lo kira gue gak ngerasa gitu? Kita udah temenan dari kecil. Mana mungkin gak saling takut kehilangan. Gue juga takut buat jauh dari lo”
Hanna memeluk Bisma dengan sedih. “baik-baik di sana. Terus kabarin gue”
Bisma mengangguk pelan. “iya, gue janji, Han” ucapnya lalu mencium puncak kepala Hanna dengan lembut.
***
Dicky menatap Bisma dan Hanna dari kejauhan dengan kesal. Hari ini Bisma dan Hanna terlihat begitu lengket seperti amplop dan perangko yang tidak bisa dipisahkan. Dari pagi mereka selalu bersama-sama.
Tekadnya untuk memisahkan Bisma dan Hanna semakin kuat. Namun ia juga tidak ingin menyakiti hati Hanna. Tapi ia juga tidak ingin sakit hati melihat Bisma dan Hanna terus bersama walau tidak ada hubungan apapun di antara mereka.
Sebenarnya, Dicky sudah memerhatikan Hanna sejak ia kelas 2 SMP. Ia sudah memiliki perasaan yang cukup dalam pada Hanna sejak itu. Ia terus berusaha mendekati Hanna, namun Hanna selalu bersama Bisma dan tidak pernah menyadari kehadirannya. Itulah yang membuat Dicky begitu membenci Bisma.
“Hanna” sapa Dicky menghampiri Hanna yang duduk sendirian di kantin. “tumben” gumam Dicky dalam hati.
“eh, halo ky” sapa Hanna tersenyum tipis. Wajahnya sedikit muram, dan Dicky menyadari itu.
“kok kusut gitu mukanya? Lagi sedih?” tanya Dicky duduk di sebelah Hanna.
Hanna menggeleng pelan lalu kembali tersenyum. “Cuma lagi bete sama guru aja. biasa lah. dihukum mulu. Kaya gak tau aja kerjaan gue kalo di sekolah itu ngapain”
Dicky tertawa pelan. “ngerusuh di sekolah? Buat masalah? Haha. Lo sih gak tobat-tobat”
“males tobat. Mana asik sekolah kalo gak buat masalah” jawab Hanna tertawa.
“hei, Han. Sorry nunggu lama. Toilet penuh banget. Mana pada lama lagi” ucap Bisma mengacak-acak rambut Hanna.
Hanna mengangguk kecil. “gak papa kok. Ada Dicky nih nemenin gue nunggu lo”
Bisma mengalihkan pandangannya pada Dicky. “eh ada lo. thanks udah nemenin Hanna” ucapnya tersenyum tipis.
Dicky menatap Bisma dengan kesal. Ia hanya mengangguk sekilas dengan cuek.
“yuk Han balik ke kelas. Gue lupa kalo ada pr matematika. Dan gue juga belum ngerjain” ucap Bisma menarik Hanna untuk bangkit dari duduknya.
“serius lo ada pr matematika? Gue juga belum ngerjain” balas Hanna panik. “gue males dihukum lagi”
“yaudah makanya cepetan balik ke kelas cari contekan. Gue gak mau hari-hari terakhir gue di sini malah di hukum” saut Bisma tidak sabar.
Hanna berpaling pada Dicky. “ky, gue duluan yah. Bye” ucapnya tersenyum tipis lalu berlari mengejar Bisma.
Dicky terdiam. “hari terakhir? Apa maksud Bisma ngomong gitu? Apa Hanna sedih juga berhubungan sama kata-kata Bisma?” gumam Dicky bertanya-tanya.
***
Hari ini keberangkatan Bisma ke Australia. Hanna pagi ini sudah siap mengantar Bisma ke bandara Soekarno-Hatta. Ia sudah izin untuk tidak masuk sekolah khusus untuk hari ini. Awalnya kedua orangtuanya tidak setuju. Namun mengingat kedekatan antara Bisma dan Hanna membuat keduanya akhirnya mengizinkan Hanna tidak masuk ke sekolah.
Sesampainya di bandara, Bisma bersiap-siap masuk untuk check in. “Han, kita jangan lost contact ya. Pokoknya tetep ada hubungan. Lewat twitter bahkan skype” ucap Bisma menatap Hanna sambil terseyum.
Hanna mengangguk dengan pelan. Ia memeluk Bisma dengan erat. “janji ya kalo kita bakal ketemu lagi”
“iya. Kalo gue gak ke sini, lo yang ke tempat gue. oke?” ucap Bisma mengusap rambut Hanna dengan lembut.
Hannya mengangguk dalam pelukan Bisma. Lagi-lagi ia menangis. “gue bakal kangen banget sama lo, Bis. Siapa lagi teman gue yang bisa gue ajak berantem?”
Bisma tertawa geli mendengar perkataan Hanna. Namun tawanya itu bukanlah tawa yang ikhlas. Ia melakukan itu dengan terpaksa. Semua itu ia lakukan agar Hanna tidak menangis lagi. “yaudah, gue berangkat. Jaga diri baik-baik. Semoga lo bisa jadian sama orang yang lo taksir itu. Gue bantu doa dari sana”
Hanna melepas pelukannya lalu tersenyum. Tentu saja senyum palsu. “gue juga bakalan berdoa supaya lo cepat sukses dan cepat balik ke Indonesia”
Bisma mengangguk lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam bandara. Sudah ada petugas yang menyambutnya untuk memeriksa tiketnya. Namun langkah Bisma terhenti. Ia membalikkan badannya lalu kembali menghampiri Hanna.
“gue sayang dan cinta banget sama lo. Gue mau kita punya hubungan lebih dari ini. Tapi gue rasa kita gak mungkin LDRan. Dan lo juga lagi naksir cowok lain. Jadi, gue bakal move on dari lo. Waktu kita ketemu nanti, mungkin gue udah ngenalin pacar atau istri gue sama lo. Lo juga harus ngenalin suami lo nanti ya” ucap Bisma tersenyum lebar.
Hanna hanya diam mencoba mengerti apa maksud kata-kata Bisma.
“bye, Hanna” ucap Bisma lagi sambil tersenyum ceria. Ia mendaratkan sebuah ciuman tepat di bibir Hanna dengan cepat, lalu masuk ke dalam bandara. Kali ini ia benar-benar masuk tanpa kembali lagi. ketika ia sudah berada di dalam, senyumnya langsung hilang. Ia terduduk sambil menunduk, menyesali keadaan yang sekarang ia alami.
“gue gak mungkin bisa move on dari lo, Han. Gue sayang sama lo dari waktu kita SD. Kenapa lo harus suka sama cowok lain?!” ucap Bisma setengah berteriak.
***
Hanna terduduk lesu di bangkunya. Ia menatap bangku di sebelahnya dengan sedih. Pemiliknya sudah pergi.
Saat melamun, pundak Hanna di sentuh oleh seseorang. Hanna menoleh lalu tersenyum tipis. “hei, ras”
Laras balas tersenyum. “udah lo jangan sedih. Bisma di sana pasti baik-baik aja”
Hanna mengangguk. “pasti kita bakal ketemu lagi” Hanna menunduk. “tapi dia pasti balik bawa istri dan anaknya”
Laras menarik dagu Hanna agar Hanna menatapnya. “bawa istri dan anak? Maksud lo apa, Han?” tanya Laras bingung.
Hanna menghela nafas. “kemarin sebelum dia pergi, dia bilang sama gue kalo dia sebenernya cinta sama gue. tapi dia ngira gue lagi naksir cowok lain. Terus dia gak mau LDRan. Katanya dia mau ngelupain gue terus nyari calon istri di sana” cerita Hanna. “katanya kalo pas ketemu nanti, kita harus saling nunjukin pasangan masing-masing. Padahal...” kata-kata Hanna terhenti. Air matanya kembali keluar.
Laras menatap Hanna dengan iba. “padahal lo juga suka sama dia, kan?” ucap Laras yang tahu apa lanjutan dari kata-kata Hanna.
Hanna mengangguk pelan lalu menangis terisak-isak. “gue bodoh, ras. Waktu dia bilang gitu, bukannya gue bilang kalo gue juga suka sama dia. Tapi gue malah terdiam. Setelah dia pergi, baru gue ngerasa menyesal. Kenapa penyesalan selalu ada di belakang?!”
Laras memeluk Hanna lalu menenangkannya. “udah, lo yang tenang. Gue yakin, dia gak bisa move on dari lo. percaya sama gue, Han”
Hanna mengangguk berusaha meredakan tangisannya. Ia menyesali semua yang telah terjadi kemarin. Ia menyesali kebodohannya sendiri.
***
Dicky berdiri di depan kelas Hanna. Kelas Hanna sudah kosong, karena bel pulang sekolah telah berbunyi. Namun entah kenapa Dicky yakin kalau Hanna belum keluar dari kelasnya. Dan betul saja, Hanna masih duduk di bangkunya sambil menatap bangku di sebelahnya. Tempat Bisma biasa duduk di kelas.
Dicky masuk ke dalam kelas dan menghampiri Hanna. Ia sudah mendengar kabar kalau Bisma pindah ke Australia. Ia akhirnya tau apa maksud kata-kata Bisma 2 hari yang lalu. Dan ia juga dapat menerka kalau Hanna terlihat muram karena hal itu.
“halo, Han” sapa Dicky pelan.
Hanna menoleh pelan lalu ia tersenyum lemah. Matanya terlihat sembab. Keadaannya terlihat begitu buruk. Bahkan ia tidak sanggup membalas sapaan Dicky.
Dicky menarik bangku yang tak jauh darinya lalu duduk tidak jauh dari Hanna. “kenapa lo belum pulang? Sekolahan udah sepi”
Hanna tidak menjawab. Ia hanya memandang kursi kosong di sebelahnya.
Dicky menghela nafas. “gue ikutan sedih liat lo kaya gini. Teman lo gak cuma Bisma, Han. Ada gue. Gue bisa jadi Bisma buat lo”
Hanna memandang Dicky lalu menggeleng pelan. “lo gak boleh jadi siapa-siapa. Lo harus jadi diri lo sendiri” lirih Hanna dengan suara serak.
“gue bisa gantiin posisi Bisma dikehidupan lo. Gue mau jadi partner lo dalam berbuat masalah di sekolah” ucap Dicky bersikeras.
Hanna tersenyum lemah lalu menepuk-nepuk pundak Dicky dengan pelan. “lo jadi diri sendiri aja. Gue berteman sama lo bukan buat jadi pengganti Bisma selama dia pergi. Bukan itu”
“Tell me can you feel my heart beat. Tell me as I kneel down at your feet. I knew there would come a time. When these two hearts would entwine. Just put your hand in mine forever~” Dicky tiba-tiba saja bernyanyi.
Hanna terdiam mendengar suara Dicky. Baru pertama kali ia mendengar suara Dicky. Dan menurutnya, suaranya sangat bagus. Ia terus memandang wajah Dicky.
“For so long I have been an island. When no one could ever reach these shores. And we've got a whole lifetime to share. And I'll always be there, darling, this I swear~” Dicky tersenyum menatap Hanna. Dan Hanna pun balas tersenyum lemah.
Dicky menggenggam kedua tangan Hanna dengan erat. “So please believe me for these words I say are true. And don't deny me a lifetime loving you. If you ask, will I be true' Do I give my all to you'. Then I will say I do~”
“I'm ready to begin this journey. Well, I'm with you with every step you take.  And we've got a whole lifetime to share. And I'll always be there, darling, this I swear~” nyanyi Dicky dengan mengangkat jari telunjuk dan tengahnya sambil tersenyum lebar. Hanna pun ikut tersenyum kecil.
“So please believe me for these words I say are true. And don't deny me a lifetime loving you. If you ask, will I be true. Do I give my all to you. Then I will say I do~” Dicky bernyanyi sambil mengacak-acak rambut Hanna dengan lembut.
“So come on, just take my hand. Oh, come on, let's make a stand for our love. But I know this is so hard to believe, so please~” Dicky menarik tangan Hanna agar memegang tangannya.
“So please believe me for these words I say are true. And don't deny me a lifetime loving you. And if you ask, will I be true. Do I give my all to you. Then I will say I do~” nyanyi Dicky mengakhiri lagunya dengan tersenyum manis.
Dicky memeluk Hanna dengan tiba-tiba membuat Hanna terkejut. “gue gak suka liat lo sedih gini. Gue bakalan berusaha buat lo tersenyum lagi. gue bakalan selalu ada di samping lo. selalu, Han” ucap Dicky serius.
Hanna tersenyum mendengar kata-kata Dicky. “gue percaya sama lo, ky” ucap Hanna lalu balas memeluk Dicky. Perasaan nyaman mulai menyergapnya.
TO BE CONTINUED

Bestfriend? (Part 3)

Hanna berlari tak tentu arah di koridor sekolahnya. Guru-guru yang melihatnya sedikit heran. Hari ini adalah hari kedua Ujian Semester Genap. Menentukan naik kelas atau tidaknya murid-murid di sekolah ini. Dan sekarang ia telah diusir saat ulangan Fisika! Bagaimana rapornya nanti? Apa ia akan naik kelas?
Bruk!!! Hanna menabrak seseorang dengan cukup keras. Ia menengadah menatap orang yang ia tabrak. “maaf” ucap Hanna singkat lalu kembali berjalan cepat menyusuri koridor hingga ia sampai di taman belakang sekolahnya.
Orang yang ditabrak Hanna masih terdiam di tempatnya. Ia menatap punggung Hanna seakan terpesona. “Duo biang masalah, Hanna Putri” ucap orang itu tersenyum tipis.
***
“Hanna! Tunggu dulu” saut Bisma menarik lengan Hanna ketika Hanna hendak bangkit dari duduknya. Bakso yang ia pesan tadi belum habis. Selera makan Hanna sudah menghilang karena Bisma datang menghampirinya.
Hanna menyentak tangan Bisma agar melepas pegangannya pada tangannya.
“Han, gue minta maaf sama lo” ucap Bisma masih menggenggam tangan Hanna dengan erat.
“gak ada yang perlu dimaafkan” ucap Hanna dingin tidak mau menatap Bisma.
“gue bakal ngelakuin apa aja buat nebus kesalahan gue tadi” ucap Bisma masih memohon.
“apa yang bisa lo lakuin kalo gue gak bisa ikutan ulangan fisika? Lo bisa rubah nilai di rapor gue nanti? Apa lo bisa buat gue naik kelas?” ucap Hanna tersenyum kecut.
Bisma terdiam. Ia bersimpuh di depan Hanna yang sedang berdiri. “gue tau gue gak akan bisa ngelakuin itu. tapi gue bisa minta kesempatan sama bu Nina supaya ngasih lo ujian susulan. Kalo perlu gue sujud di kaki lo sama di kaki bu Nina”
“mau lo cium kaki gue, mau lo jilat kaki gue, gue tetep gak maafin lo, Bis. Malu gue!”
“Han, lo serius?”
“gue gak pernah se-serius ini. Gue gak minat buat deket sama lo lagi. Lupain semuanya. Gue nganggep lo bukan siapa-siapa gue lagi” ucap Hanna dingin lalu meninggalkan Bisma.
Bisma masih bersimpuh. Ia terdiam mendengar ucapan Hanna. Apa kedekatan mereka akan berhenti sampai di sini?
Semua orang yang ada di kantin ikut terdiam. Duo biang masalah terkena masalah. Sepertinya ribut kali ini akan lebih parah dari yang sebelumnya.
***
“Hanna!” teriak seseorang membuat Hanna berbalik.
“siapa ya?” tanya Hanna dengan pelan karena ia tidak mengenal cowok dihadapannya ini.
“Dicky. anak kelas 11-IPS-1” ucap cowok itu mengulurkan tangannya.
“Hanna. Kelas...”
“gue udah tau lo siapa. Lo gak perlu ngenalin diri lagi. Hanna si duo biang masalah” ucap Dicky tersenyum kecil.
Hanna menipiskan bibirnya. “kayanya gue udah gak nyandang julukan itu lagi deh”
“loh? kenapa? Ribut sama Bisma?” tanya Dicky penasaran.
“gak perlu buat di bahas. Byee” ucap Hanna dengan senyum tipis lalu pergi meninggalkan Dicky.
“I will catch you, Hanna” gumam Dicky pelan sambil tersenyum senang.
***
“Han, please kasih gue kesempatan” ucap Bisma menatap Hanna yang duduk di sampingnya. Ujian kedua di hari kedua akan berlangsung. Pelajaran Bahasa Indonesia. Namun guru yang mengawas belum juga datang.
Hanna hanya diam sambil membaca buku Bahasa Indonesia-nya. Orang-orang yang ada di dalam kelas langsung berbisik-bisik seru.
“gue janji gak akan pinjam apa-apa dari lo lagi. gue bakal beli alat tulis yang lengkap. Gue gak akan ganggu lo lagi. maafin gue, ya?” ucap Bisma dengan wajah memelas.
Hanna berdiri dari bangkunya dengan kasar. Ia keluar dari dalam kelas tanpa menatap Bisma sama sekali. Namun ketika Hanna keluar, ia melihat Pak Ronald berjalan ke arah ruangannya. Dengan sedikit terburu-buru ia menghampiri pak Ronald.
“Hanna, apa yang kamu lakukan? Ujian mau dimulai tapi kamu masih berkeliaran diluar ruang ujian” tegur pak Ronald.
“pak, saya mohon dengan sangat, pak. Tolong pindahin saya jauh dari Bisma mulai saat ini sampai seterusnya. Dia selalu mengganggu saya ketika ujian. Saya jadi gak konsentrasi ngerjainnya” ucap Hanna dengan wajah memohon.
“apa benar dia mengganggumu?” tanya pak Ronald heran. Ia merasa sedikit aneh melihat Hanna yang merasa tidak suka berdekatan dengan Bisma.
“iya, pak. Karena dia saya jadi diusir sama bu Nina waktu ulangan Fisika. Saya takut nilai saya turun pak. Saya mau naik kelas” jawab Hanna masih memohon.
Pak Ronald terlihat sedang berfikir. “baiklah. Kita masuk dulu dan saya akan lihat kondisi ruang ujiannya gimana. Baru saya bisa memindahkan kamu” ucap pak Ronald berjalan masuk ke dalam kelas.
Hanna berjalan di belakang pak Ronald lalu ia duduk di tempatnya. Ia membereskan semua buku-buku yang berserakan diatas mejanya lalu memasukkannya ke dalam tas.
“kok beres-beres sih? Lo mau kemana? Lo dikasih ikut ujian sama pak Ronald, kan?” tanya Bisma heran.
Hanna mengacuhkan Bisma. Ia duduk dengan manis menunggu perintah dari pak Ronald.
“anak-anak. Sekarang kita akan ujian Bahasa Indonesia. Tapi sebelum itu saya mau memindahkan Hanna ke...” pak Ronald melihat-lihat susunan bangku di ruangan ini. “ke sebelah Rosa. Jadi Leni, kamu pindah ke tempat Hanna” lanjutnya.
Hanna memamerkan senyum lebarnya pada pak Ronald. “makasih pak” ucap Hanna dengan tulus lalu berdiri dari duduknya.
“yasudah. Cepat kalian bertukar tempat. Sudah banyak waktu berkurang hanya karena ini” ucap pak Ronald dengan tegas. “untuk hari ini, besok, dan seterusnya, posisi kalian jangan berpindah-pindah lagi!”
“siap pak!” jawab semuanya. Tapi yang paling terdengar suaranya adalah suara Hanna yang penuh semangat.
Bisma sedikit melirik ke belakang menatap Hanna. “kok lo pindah sih?” ucapnya lirih.
Hanna yang sebenarnya mendengar ucapan Bisma pura-pura tidak mendengar. Ia sibuk menulis biodatanya di lembar jawaban.
“sial! Sampe kapan dia gak kacangin gue lagi?!” ucap Bisma dengan geram.
“ada apa, Bisma?” tanya pak Ronald yang kebetulan sedang membagi lembar jawaban untuk Bisma.
“eh, gak papa kok pak” jawab Bisma menerima lembar jawaban.
“Bis, buat luluhin hati cewek, lo harus terus kasih perhatian sama dia” bisik Leni tanpa melirik Bisma.
Bisma yang sedang mengisi lembar jawabannya langsung melirik Leni. “apa maksud lo?”
“gue kasih saran buat lo supaya lo bisa baikan lagi sama Hanna” jawab Leni.
“kasih perhatian sama Hanna? Emang gue mau pdkt sama dia?” saut Bisma menaikkan kedua bahunya dengan acuh.
“emang kalo kasih perhatian lebih ke cewek cuma karena mau pdkt sama itu cewek? Basi pemikiran lo, Bis” desis Leni dengan ketus.
Bisma menatap lembar jawabannya cukup lama. Lalu tiba-tiba saja ia tersenyum tipis. “thanks buat sarannya, Len” ucap Bisma. Leni hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
***
“na, lo udah belajar?” saut Bisma mengejar langkah Hanna.
Hanna hanya diam dan mempercepat langkahnya untuk sampai ke kelas.
“gue yakin lo pasti bisa ulangan kimia ini. Lo kan jago banget pelajaran ini. Ajarin gue dulu dong sebelum ujian di mulai” ucap Bisma lagi mensejajarkan langkahnya dengan langkah Hanna.
Hanna berhenti mendadak. Bisma langsung tersenyum senang.
“selamat pagi, pak” ucap Hanna menunduk hormat pada gurunya yang akan mengawas ujian diruangan mereka hari ini. Bisma terdiam melihat Hanna berjalan masuk ke dalam kelas tanpa menghiraukannya sama sekali. Ternyata Hanna belum memaafkannya.
***
“Hanna! Main sama Bisma yuk~” teriak Bisma dari depan rumah Hanna seperti seorang anak kecil yang mengajak temannya bermain bersama.
Tidak ada jawaban dari Hanna. Bisma terus memanggil-manggil nama Hanna sambil menggedor-gedor pintu rumah Hanna berulang kali membuat sore ini menjadi penuh keributan. Namun tetap saja Hanna tidak keluar. Ia mundur dari teras rumah Hanna lalu berteriak keras-keras memanggil Hanna.
Tok!!! Bisma mengaduh kesakitan sambil mengusap-usap kepalanya. Ia melihat ke atas. Terlihat Hanna sedang berdiri di balkon kamarnya sambil memegang batu kecil. “Hanna! Tega banget ngelempar batu ke kepala gue. Kalo gue gegar otak, gimana?”
“berisik!” ucap Hanna melempar kembali batu kecil itu ke arah Bisma. Namun ia sengaja tidak mau mengenai Bisma.
Bisma menghindar dari lemparan Hanna lalu kembali melihat ke atas. Hanna sudah menghilang dari balkon itu.
“Hanna! Keluar dong! Masa gue dibiarin disini sendirian sih?” teriak Bisma memancing Hanna agar keluar.
“gue dobrak nih pintunya kalo lo gak keluar juga” lagi-lagi Bisma berteriak. Ia menunggu sebentar, namun Hanna tidak juga muncul. “oke! Gue dobrak ya. Satu, dua, ti....” Bisma berlari kearah pintu dengan kencang, bersiap mendobrak pintu.
Hanna membuka pintu saat Bisma mencapai pintu tersebut. Dan Bisma tersungkur di dalam rumah Hanna dengan sukses. Hanna berusaha menyembunyikan tawanya.
“astaga.. hari ini gue sial banget ya” sungut Bisma sambil bangkit berdiri.
Hanna memasang wajah acuh tak acuh saat Bisma menatapnya.
“akhirnya lo mau juga nemuin gue” ucap Bisma tersenyum lebar.
“siapa yang mau nemuin lo? Pergi atau gue panggil semua tetangga karena lo mau macem-macem sama gue, biar lo digebukin satu komplek!” ucap Hanna dingin.
“eh, kok gitu? Gue kan gak ada niat buat macam-macam” saut Bisma heran.
“oke.. TOLONG!!!” teriak Hanna membuat Bisma kalang kabut. Dengan cepat ia menarik Hanna masuk ke dalam rumah lalu menutup pintu rumah Hanna dan menguncinya. Hanna melotot kaget.
“ngapain lo ngunci pintu rumah gue?!” saut Hanna.
“biar gak ada yang bisa dateng ke sini” ucap Bisma tersenyum tipis. “karena lo udah nuduh gue mau macem-macem, gue bakal ngelakuin itu” lanjut Bisma degan senyum jahilnya.
“Bisma! Lo jangan main-main!” teriak Hanna mundur.
“lo yang mulai duluan. Jadi gue yang mengakhiri” balas Bisma masih tersenyum.
Bisma memojokkan Hanna hingga punggung Hanna menyentuh tembok. Hanna menutup matanya ketakutan saat Bisma mendekatkan wajahnya pada dirinya. Ia bersiap mendorong tubuh Bisma.
“Bisma! Kamu ngapain?” tanya seorang perempuan setengah baya kebingungan.
Bisma langsung menjauhkan dirinya dari Hanna. Bisma dan Hanna menatap takut kearah perempuan itu.
“Hanna, lo kok gak bilang kalo mama lo ada disini?” desis Bisma ketakutan.
“gue juga lupa, dodol” balas Hanna berbisik.
“mampus gue...” ucap Bisma berbisik pada dirinya sendiri. “kita cuma main-main tante, hehe” jawab Bisma takut.
“mainnya kok gitu? Kamu lagi, Hanna. Ngapain itu pintu ditutup?” tanya mama Hanna dengan tampang ketus.
“aduh, itu maksudnya biar gak ada maling masuk maa” ucap Hanna memelas.
“saya permisi ya tante” ucap Bisma membuka kunci pintu lalu berlari keluar. Ia sempat melirik Hanna lalu tersenyum geli.
“Bisma bego!!!” teriak Hanna kesal.
“kalian ini memang temenan dari kecil. Tapi ya jangan keterlaluan. Sekarang kamu jelasin apa yang kamu lakuin tadi sama Bisma!” ucap mama Hanna dingin.
“Bisma, gue makan juga lo” desis Hanna menunduk tak berani menatap mata mamanya.
***
“Len, bantuin gue plis” ucap Bisma di saat istirahat.
“apaan? Bantuin ujian biologi? Lo tau gue lemah banget sama hal itu” saut Leni.
“bukan. Bantuin gue supaya rencana gue sukses. Ini mungkin bisa bikin gue sama Hanna baikan lagi” bisik Bisma.
“emang apaan sih rencana lo?”
“jadi...” Bisma mulai menceritakan rencananya pada Leni dengan suara yang benar-benar pelan. Ia tidak mau ada yang menggagalkan rencananya ini. Setelah Bisma selesai menjelaskannya pada Leni, Leni tersenyum kecil lalu berjalan ke luar kelas.
Bisma berdiri dari bangkunya dan menghampiri Hanna yang sedang belajar. “Han, kantin yuk!” ajak Bisma.
Hanna diam saja. Matanya ia tutup namun mulutnya mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan biologi. Sepertinya Hanna sedang menghafal materi ujian.
Bisma menarik tangan Hanna dengan lembut. “ayolah, Han. Mau sampe kapan lo marah sama gue?”
Hanna langsung membuka matanya lalu menyentakkan tangannya dengan kasar. “jangan sentuh gue!” desis Hanna tajam lalu berjalan keluar dengan langkah cepat.
Bisma tersenyum kecil. Ia segera menyusul Hanna. Ia melihat Leni berdiri tak jauh dari tempatnya dan Hanna yang sedang berjalan. Sepertinya Hanna tidak menyadari ada jebakan yang akan menghampirinya.
Leni mengangkat jempol kanannya keatas memberikan tanda pada Bisma. Bisma hanya mengangguk sekilas. Terlihat Hanna masih berjalan cepat tanpa menyadari kalau ada dua buah kulit pisang di hadapannya. Tanpa bisa dihindari lagi, Hanna menginjak kulit pisang itu dan langsung terpeleset. Dengan cepat Bisma mendekati Hanna untuk menahan tubuh gadis itu agar tidak terjatuh. Namun ia kalah cepat dengan seseorang.
Hanna menutup matanya bersiap menerima rasa sakit. Namun ia malah merasa ada seseorang yang menahannya agar tidak jatuh. Apa itu Bisma? Dengan perlahan ia membuka matanya dan terlihat wajah seseorang yang tersenyum padanya.
“hati-hati. Jangan asal jalan. Liat-liat dulu” ucap seseorang itu tertawa geli. Wajah mereka sangat dekat.
Dengan cepat Hanna melepas pegangan seseorang itu dan berdiri tegak. Ia sedikit terpesona dengan wajah cowok di depannya ini. Apalagi saat melihatnya dari dekat tadi. Tiba-tiba saja ia menyukai mata cowok ini.
“thanks yah. Lo Dicky, kan?” ucap Hanna memastikan.
“iya. Masih inget ya sama gue, haha” ucap Dicky tertawa.
“masa iya gue lupa sama lo” ucap Hanna tersenyum kecil. Tiba-tiba saja ia menatap lantai dan menemukan apa yang membuatnya terpeleset seperti tadi. “siapa sih yang buang kulit pisang sembarangan?” omel Hanna.
“paling ada monyet gak tau aturan yang nyasar di sekolah ini” ucap Dicky tersenyum geli. Lalu ia melirik sekilas ke arah Bisma dengan tatapan sinis.
“monyet? Ada-ada aja lo. yaudah yuk ke kantin. Sebagai rasa terima kasih aja sih. Mau kan?” ucap Hanna tersenyum kecil.
“mau traktir gue nih? Dengan senang hati” jawab Dicky lalu menggandeng Hanna dengan lembut menuju kantin. Hanna sedikit risih, namun ia sedikit memakluminya. Mungkin cowok ini tidak sengaja menggenggam lengannya.
Bisma menatap itu semua dengan geram. Apalagi ia melihat kesinisan di mata Dicky ketika melihat ke arahnya. Sepertinya Dicky tau kalau ia yang merencanakan ini semua.
Leni menghampiri Bisma dengan wajah menyesal. “Bis, sorry ya. Gue gak tau kalo ada orang di dekat Hanna yang bakalan nolongin dia”
Bisma tersadar lalu menatap Leni. “no problem, Len. Thanks udah mau bantuin gue” ucap Bisma tersenyum tipis.
Leni meninggalkan Bisma. Bisma masih terdiam di tempatnya memikirkan semuanya. Sepertinya Dicky tidak senang melihatnya bersama Hanna. Pasti ia ingin memisahkan dirinya dengan Hanna. Ia tidak ingin itu semua terjadi. Bagaimanapun juga ia merasa tidak bisa berbuat apa-apa tanpa ada Hanna yang selalu ada di sampingnya. Hanya Hanna yang mebuatnya merasa nyaman. Tidak ada yang lain lagi.
***
Dicky memunculkan wajahnya di depan kelas Hanna dengan wajah ceria. Ia sibuk mencari-cari Hanna. Namun matanya menangkap tubuh Bisma yang menutupi Hanna. Sepertinya Bisma sedang berusaha mencari perhatian dari Hanna.
“Hanna! Kantin yuk” teriak Dicky dari depan kelas.
Hanna berdiri dari bangkunya lalu tersenyum tipis. Ia berjalan menghampiri Dicky, menghiraukan Bisma yang terus membujuknya untuk kembali berbicara dengannya.
“tumben lo nyamperin gue ke kelas” ucap Hanna.
“yah begitulah. Gue lagi pengen bareng sama lo. gak lagi sibuk kan?” jawab Dicky tersenyum kecil.
“gak kok. Malah gue bersyukur lo muncul sekarang. Yaudah yuk jalan” balas Hanna berjalan keluar kelas.
“Hanna! Kenapa lo langsung mau diajak ke kantin bareng dia? Dia baru lo kenal, Han. Gue yang bertahun-tahun kenal sama lo malah lo cuekin kaya gini. Buka mata lo, Han!” teriak Bisma emosi. Namun Hanna tidak memperdulikannya. Dicky menarik Hanna untuk cepat-cepat menjauh dari Bisma.
“sial! Hanna sinting!” teriak Bisma menendang meja-meja di dekatnya.
“sabar, bis. Gue yakin Hanna pasti ngerasa gak betah musuhan lama-lama sama lo” ucap Laras menepuk-nepuk bahu Bisma.
“gue udah ngelakuin apa aja. gue udah mohon-mohon sama dia buat maafin gue! Apalagi yang harus gue lakuin?!” ucap Bisma mengacak-acak rambutnya frustasi.
“gimana kalo lo nyanyiin dia? Biasanya cewek langsung luluh kalo dinyanyiin” ucap Laras memberi saran.
“nyanyi?” gumam Bisma seperti memikirkan sesuatu. Wajahnya langsung berubah menjadi cerah. “Yes! Thank you for your idea, Laras”
“anything for you and Hanna” jawab Laras tersenyum tipis. “kita semua seneng kalian balik jadi sahabat lagi. apalagi lebih dari itu”
Bisma menoleh heran. “maksud lo?”
“you know what I mean, Bisma. Gue bisa liat itu semua” ucap Laras tersenyum geli. “Rani, toilet yuk! Bentar lagi Miss Afni masuk” lanjut Laras berbicara pada Rani. Rani hanya mengangguk dan tersenyum kecil begitu melewati Bisma. Ia memiliki pikiran yang sama dengan apa yang baru saja diucapkan Laras.
Bisma masih memikirkan kata-kata Laras. Apa semuanya begitu terlihat jelas?
***
Tiga hari berturut-turut Bisma tidak memohon-mohon lagi dengan Hanna. Ia sibuk mempersiapkan sesuatu. Sesuatu yang akan ia persembahkan untuk sahabatnya itu. Walaupun sederhana, ia merasa kerepotan juga. Apalagi ia harus meminta izin pada kepala sekolah dan guru-guru. Sesuatu yang sangat susah bagi Bisma.
Hanna menatap punggung Bisma seakan bisa menembus tubuh itu dari tempat duduknya. Ia merasa kesepian. Bisma sudah tidak lagi mengejar-ngejarnya berusaha mendapatkan maaf darinya. Tapi tiba-tiba saja Dicky menjadi teman sepermainannya. Ia mulai sering bersama-sama dengan Dicky kemana saja. Yang selalu Bisma lakukan saat dulu mereka masih dekat.
Bisma menoleh sekilas ke belakang merasa di tatap dengan tajam oleh orang lain. Namun ia tidak tahu siapa yang menatapnya sedari tadi. Semuanya sibuk mengisi lembar jawaban ujian. Wajah-wajah mereka penuh semangat, karena ini adalah mata ujian terakhir yang diujiankan. Setelah ini mereka akan bebas sambil menunggu pembagian rapor kenaikan kelas.
Tapi Bisma dapat merasakan ada seseorang yang berwajah tidak semangat. Dan mungkin dia-lah yang sedari tadi memperhatikannya. Bisma kembali menoleh dan menatap Hanna tajam. Terlihat Hanna duduk dengan gelisah tanda kalau ia sadar Bisma sedang menatapnya.
Bisma menyunggingkan senyumnya dengan senang. Ia kembali menatap lembar jawabannya. Tapi pikirannya sudah pergi entah kemana. Ia tidak sabar menunggu pulang sekolah nanti untuk menjalani rencana keduanya.
***
Hanna berjalan perlahan-lahan sepanjang koridor dengan wajah tersenyum namun setengah tidak senang. Di sebelahnya, Dicky bercerita panjang lebar tentang pengalamannya yang menurutnya akan membuat Hanna tertawa. Tapi memang karena Hanna sedang tidak bisa diajak tertawa, Hanna hanya tersenyum kecil menanggapi kata-kata Dicky.
“Tes, tes!! Tolong semua perhatiannya ke arah sumber suara. Kalau bisa semuanya ke sumber suara ini” ucap seseorang dengan suara serak-serak basahnya yang begitu khas menggunakan microphone. Suaranya terdengar jelas ke seluruh penjuru sekolah ini.
Hanna merasa mengenali suara itu. ingin sekali ia membalikkan tubuhnya dan berjalan ke lapangan basket, tempat sumber suara tersebut. Namun ia tetap berusaha terus berjalan menuju gerbang sekolah.
Dicky melirik Hanna. Ia bisa melihat kegelisahan gadis itu. Pasti Hanna ingin melihat pemilik suara itu, walaupun ia sudah tahu siapa orang yang memiliki suara khas itu. Tapi sepertinya Hanna menahan dirinya untuk tidak pergi ke sana. Seperti yang Dicky harapkan.
“yang namanya Hanna Putri anak kelas 11-IPA-2, tolong ke sumber suara” ucap suara itu.
Hanna menghentikan langkahnya. Jantungnya berdetak tidak karuan. Ia merasa begitu senang mendengar suara itu menyebut namanya dengan sangat lengkap.
Dicky perlahan menyentuh pundak Hanna membuat gadis itu menoleh. “lanjut jalan?” tanya Dicky dengan senyum tipisnya.
Hanna menatap Dicky penuh keraguan. Ia bisa melihat di kedua mata Dicky kalau cowok itu tidak menginginkan ia kembali ke belakang, menghampiri pemilik suara itu. Tapi...
“apa gue perlu sebutin alamat rumah lo supaya lo yakin kalo lo yang gue maksud?” ucap suara itu lagi terdengar begitu lembut.
Dicky menghela nafas dengan berat. “kalo lo mau kesana, cepat! Gak usah ragu. Punya musuh itu gak enak, kan?” ucap Dicky tersenyum tulus.
Hanna memegang tangan Dicky yang ada di pundak kanannya. “gue tetep berteman sama lo, ky. Jangan pernah lo berpikir kalo gue bakalan berhenti temenan sama lo kalo seandainya gue baikan sama Bisma” ucap Hanna dengan wajah serius.
“gue gak mikir tentang itu kok. Gue tau hari-hari lo lebih berwarna sama Bisma. Lo pasti ngerasa bosen banget sama gue” jawab Dicky tertawa kecil.
“ky, gue gak pernah ngerasa bosen sama lo” balas Hanna tidak enak.
“udah gak usah banyak basa-basi. Cepat samperin Bisma sebelum terlambat. Penyesalan selalu ada di belakang, Han” ucap Dicky menepuk-nepuk pundak Hanna.
Hanna menatap Dicky sedikit ragu. Namun akhirnya ia mengangguk sambil tersenyum, dan ia berjalan menghampiri asal suara itu.
Dicky menatap punggung Hanna sambil tersenyum tipis sampai punggung itu tidak terlihat lagi dari tempatnya berdiri. Dengan pelan ia melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolah. Tidak ingin melihat apa yang akan dilakukan oleh Bisma yang pasti akan membuatnya merasa lebih sakit dari sebelumnya.
***
Bisma tersenyum kecil melihat Hanna berjalan ke tempatnya. Sekarang ia sedang berada di atas sebuah panggung kecil yang ia siapkan sejak dua hari yang lalu. Di tangannya terdapat sebuah gitar kesayangannya. Di depannya terdapat sebuah microphone yang ditempatkan di sebuah stand mic yang ia pinjam dari ruang kelas musik.
Orang-orang yang sedang berkumpul di lapangan basket itu melihat Hanna yang sedang berjalan menuju kerumunan itu. Tanpa diperintah, semua orang di sana memberi jalan untuk Hanna. Hanna sedikit risih menjadi pusat perhatian seperti ini.
“oke. Karena orang yang dimaksud sudah ada dihadapan gue, gue mau nyampein maksud yang akan gue lakuin ini” ucap Bisma dengan santai. Ia tidak merasa gerogi sama sekali, karena ia menganggap kalau yang ada dihadapannya ini hanyalah Hanna. Tidak ada orang lain selain mereka berdua.
“gue ngelakuin ini karena gue mau minta maaf sama seorang sahabat gue yang udah cuekin gue selama berhari-hari” ucap Bisma menatap Hanna dengan lembut. “gue akuin, gue emang salah. Apa salah gue? Kayanya itu terlalu pribadi buat gue ucapin di depan umum kaya gini” lanjut Bisma tertawa kecil.
“terlalu pribadi? Lo ngelakuin macem-macem ke sahabat lo ini ya?” celetuk seseorang dari barisan belakang membuat wajah Hanna merah padam menahan malu dan marahnya.
Bisma tertawa geli. “ya bukan lah. gue emang tengil, bandel, dan rusuh. Tapi gue gak bejat kaya lo” balas Bisma.
Semua yang mendengar kata-kata Bisma tertawa keras. Hanna hanya menunduk diam, merasa yang dikatakan Bisma tidak ada lucunya sama sekali. Laras menepuk punggungnya. “gak usah nervous”
Hanna tersenyum kecil menanggapi kata-kata Laras.
“Rencana ini bukan sepenuhnya ide dari gue. Thanks buat Laras yang udah kasih saran ke gue” ucap Bisma tersenyum tipis menatap Laras. Setelah Laras balas tersenyum, Bisma mengalihkan pandangannya kepada Hanna. “dan tanpa basa-basi lagi, gue mau nyanyiin sebuah lagu untuk sahabat gue ini. Simak yaa” ucap Bisma tersenyum geli mendengar sahutan anak-anak yang lain.
“I can’t win, I can’t wait. I will never win this game without you, without you. I am lost, I am vain, I will never be the same without you, without you~” nyanyi Bisma sambil memainkan gitarnya dengan santai.
“I won’t love, I won’t fly. I will never make it past without you, without you. I can’t rest, I can’t lie. All I need is you and I, without you. Without~ You! You! You! You! You! You! You! You!” Bisma bernyanyi dengan sesekali menunjuk Hanna dengan senyumannya yang begitu khas. Hanna tersenyum kecil sedikit merasa malu.
“Can’t erase, so I’ll take blame. But I can’t accept that we were strange without you, without you~” Bisma memainkan gitarnya, menuruni panggung kecil itu dan menghampiri Hanna. Hanna menampakkan wajah kagetnya saat Bisma menarik tangannya ke arah panggung kecil tersebut. Namun akhirnya ia mau ikut naik ke atas panggung itu.
Bisma menatap Hanna dengan sangat dalam dan mampu membuat Hanna tiba-tiba saja mendapat serangan jantung. “I can’t quit now, this can’t be right. I can’t take one more sleep this night without you, without you~”
“I won’t sob, I won’t cry. If you’re not here, I’m living life without you, without you~” Hanna bernyanyi menyambung nyanyian Bisma, membuat Bisma terperangah kaget. Wajah mereka berdua sangat dekat karena mereka berdua hanya memakai satu microphone.
“I can’t look, I’m so blind. Lost my heart, I lost my mind without you. Without~ You! You! You! You! You! You! You! You!” Bisma menyanyi dengan senyum yang mengembang dengan lebar.
“I am lost, I am vain, I will never be the same without you, without you, without you~” nyanyi mereka berdua sambil saling menatap satu sama lain. Semua penonton bertepuk tangan dan berteriak menyebut-nyebut nama mereka berdua.
Hanna menjauhkan wajahnya dari Bisma dan berdiri canggung. Ia tidak menyadari apa yang telah ia lakukan tadi. Tiba-tiba saja ia ikut menyanyi bersama Bisma. Namun perasaannya terasa sangat lega seakan beban yang selama ini ada di dirinya, menghilang begitu saja.
Bisma tersenyum menatap Hanna, menggenggam tangan gadis itu dengan lembut.  Ia telah meletakkan gitarnya. Microphone itu sudah ada ditangannya. “jadi, apa Hanna Putri bersedia memaafkan kesalahan Bisma Karisma?”
“maafin! Maafin! Maafin!” teriak semua penonton berulang-ulang dengan semangat. Terkhusus anak-anak kelas 11-IPA-2.
Hanna menundukkan kepalanya. Berusaha berfikir jernih. Jantungnya sudah berdetak tidak karuan karena genggaman tangan Bisma. Di tambah lagi ia sedang berada di depan ratusan murid di sekolah ini.
Dengan lembut Bisma mengangkat wajah Hanna membuat Hanna menatap Bisma tepat di kedua matanya. “apa lo bisa ngelakuin apa yang lo janjiin kemarin-kemarin pas lo minta maaf sama gue?” tanya Hanna pelan.
Bisma tersenyum tipis menjawab pertanyaan Hanna. “gue bisa nepatin janji itu”
Hanna mengangguk dan balas tersenyum tipis.
“apa arti anggukan lo itu?” tanya Bisma menggoda Hanna.
“gue maafin lo, dodol” ucap Hanna tidak jelas lalu meninju lengan Bisma dengan wajah tertunduk malu.
Bisma dan semua penonton yang melihatnya langsung tertawa. Bisma memeluk Hanna dengan erat. Merasa lega karena gadis ini mau memaafkannya. Seluruh penonton berteriak-teriak menggoda Bisma dan Hanna.
“Bis, lepasin kek. Malu gue” bisik Hanna pada Bisma.
“biarin. Gue mau meluk lo sampe puas. Ini semua bayaran atas apa yang udah lo lakuin ke gue. gak enak tau dicuekin sama sahabat sendiri” balas Bisma dengan senyum meledek.
“itu juga karena salah lo, bego. Coba lo gak banyak omong pas ujian, gue... Hwaaaa!!!”
Bisma tersenyum jahil dan tiba-tiba saja menggendong Hanna membuat gadis itu menghentikan ucapannya dan berteriak kaget. Seluruh penonton ikut terkesiap kaget melihat kejadian itu.
“bye, semua!! Thanks udah mau dengerin nyanyian gue tadi. Gue mau bawa kabur si cewek cerewet ini” teriak Bisma tanpa microphone.
Seluruh penonton tertawa geli melihat Hanna yang menggeliat minta dilepas. Namun Bisma masih tetap menahannya agar Hanna tidak terjatuh lalu berlari ke arah parkiran mobil. Guru-guru yang menyaksikannya pun tersenyum geli melihat tingkah Bisma dan Hanna.
“memang kalau mereka berdua berantem, gak ada yang bisa ngehibur kita. Gak ada yang buat rusuh” ucap Miss Afni pada guru-guru lainnya.
“bener. Saya juga ngerasa bosen, karena mereka berdua gak ada berbuat ulah seperti biasanya” balas bu Lia tertawa diikuti guru-guru yang lain.
TO BE CONTINUED